Sabtu, 20 Juli 2013

Cara mengobati tenggorokan yang sakit akibat menelan duri ikan


Cara mengobati tenggorokan yang sakit akibat menelan duri ikan
Saur pertama pada puasa tahun ini ramadhan 1434 H, istri saya beli iklan lele yang agak besar-besar dan lalapan lele,  karena buru-buru waktu mau imsyak, maka saurnya juga buru-buru sehingga tak terasa duri halus ikut tertelan. Terasa – terasa setelah selesai saur masih ada yang rasa nyangkut sampai beberapa hari dan saya cari-cari apa cara ngatasi dari mbah google dan nyai yahoo….
Semua tips sudah saya coba tapi ya masih ga mau ilang. Sampai semua badan terasa ikut meriang, apa lagi dalam kondisi puasa awal-awal puasa.  Bahkan sampai  makanan yang sdh ditelan akhirnya dimuntahkan semua guna mngeluarkan duri.  wal hasil duri tetap terasa…...
Semua resep dari mbah google dan nyai yahoo ku coba cemuanya, ini semua resepnya dari :
Tips yang udah ane lakuin untuk menghilangkan duri yang nyangkut ditenggorokan ane neh:
  1. Nasi anget yang udah di unyet-unyet berbentuk bola ditelen langsung tanpa dikunyah. Nasinya di gilas dulu ya gan sampai lumat biar lambung ente2 ga' bekerja ekstra. Trus diameter unyetan nasi td ya menyesuaikan mulut ente  masing-masing.
  2. Makan buah pisang sebanyak-banyaknya sampai tu duri ikut kunyahan pisang n masuk ke lambung untuk dihancurkan. Cayoo !!!
  3. Minum Air putih sekembung-kembungnya dengan menegak agak kenceng. Ya ibarat klo disungai ada sampah nyangkut di glontor air kan pada hanyut juga.. hehehe.. (emangnye tenggorokan ente bak sungai..wakkkk.. piss gan)
  4. Rogoh pake jari ente ke bagian tu duri nyangsang di tenggorokan ente. Awas hati-hati jangan sampe salah rogoh, nnti jangan-jangan yg ente ambil malah sentilnya. bisa brabe tu. Klo ente nglakuin yg ini dijamin deh ente bakal dogap alias mukok bin muntah. Huuuegh...Waspadalah!!
  5. Bertahan untuk sabar, karena duri yang nyangkut di dalam usus atau tenggorokan lama-kelamaan akan luluh akibat terkena enzim-enzim penghancur dalam tubuh kita gan. Ampuh juga ye senjata / tenaga dalam kita. Klo di film kesatria baja hitam mungkin harus nyebut n berteriak " Senjata Penghancur duri "... hahahahaha...
  6. Siapin kasur/busa/ apa ajalah yang penting empuk untuk sandaran kepala. Gunanya nnti ente2 pada jungkir balik dengan kepala dibawah n kaki diatas. Fungsinya biar si duri kembali jatuh ke mulut dan bisa ente kluarin langsung. Hajar tu duri kalo dah kluar.. kaya pencuri aje main hajar. Padahal di saluran pencernakan kita kan ada sistem gerak peristaltik ya.. wah gimana nih...??
  7. Konsultasikan ke ahlinya bisa ke dokter THT atau ke dokter di Rumah Sakit ternama di kota Anda.
  8. Berkumur dengan air garam
    Berkumur dengan air garam dapat mengurangi radang pada tenggorokan. Kenapa? Karena garam dapat menarik air keluar dari membran sel, sehingga cukup efektif mengurangi bengkak dan peradangan akibat sakit tenggorokan. Cara menggunakannya: tambahkan setengah sampai satu sendok teh garam untuk secangkir air hangat, dan berkumur dengan air campuran ini setidaknya sekali setiap jam.
  9. Cuka sari apel
    Meski tidak bisa menemukan bukti ilmiah tentang cara kerjanya, tetapi banyak orang mempercayai khasiatnya. Cara menggunakan: Campurkan satu sendok makan cuka sari apel dalam secangkir air hangat, kemudian dikumur dan telan.
  10. Resep dari Ayah pada saat duri ikut tertelan: oleskan minyak (boleh minyak telon atau minyak kelapa) di tulang ekor, trs agak dipijat sedikit. oleskan jg di kedua lutut dan kedua mata kaki... kemudian tidur. InsyaAllah bangun tidur durinya sdh ga akan terasa lagi di tenggorokan..
    Sy sdh nyoba 2x Alhamdulillah manjur...
Tapi  ternyata tetap saja blm ada hasilnya...
Dalam keadaaan bingung, saya Tanya sono sini, tak coba semua akhirnya sami mawon boten enten hasil.
Akhirnya saya biarin aja saking stressnya, beberapa hari kemudian  sembuh dengan sendirinya, walapun sudah lega tapi nyesek juga harus lewati beberapa hari…..alah-alah mak…
Ternyata ada hikmahnya dibalik semuanya, apa yaitu disuruh sabar. Saya kebetulan dapet sebuah  selebaran dimasjid, bahwa jika seorang muslim sakit (tertusuk duri) itu akan menghapus dosa. Memang saya pikir yang paling utama atau wajib bagi seorang muslim jika sakit adalah sabar. Ini ada tuntunan yang syar’I bagi kita yang sedang kena musibah sakit,  pertama adalah tetap sabar. Kedua adalah perlu dipahami bahwa berobat adalah sunnah, ketiga adalah jika kita sabar balasanya sorga, dan sebagai penghapus dosa, keempat perbanyak membaca doa nabi ayub AS.
Jika kebanyakan orang mengatakan bahwa sabar adalah ada batasnya adalah salah besar. Karena sabar laksana cahaya, sabar sentuhan pertama bagi siapa saja yang sedang kena musibah, sabar urusan hati, ridho atas ketetapan Allah (qodho). Disaring dari hadis rasulullah, riwayat ‘atho Ibn  Abi Rabbah, tentang peristiwa wanita  yang sering sakit ayan dan tersingkab bajunya..selanjutnya disebut wanita ahli surge karena sabar. Semoga bermanfaat….

Jumat, 05 Juli 2013

Jadwal Ramadhan 1434 H

Catatan: id=122 adl. Wilayah Jakarta Pusat, untuk wilayah lain silahkan id diganti (kode terlihat address bar)

Rabu, 03 Juli 2013

Keutamaan Ahli Ilmu

Keutamaan Ahli Ilmu
Seorang ulama besar di kalangan tabi’in sekaligus muhaddits bernama Imam Ayub Kaysan as-Sakhtiyani al-Bashri (w 131 H), sebagaimana pernah dituturkan oleh muridnya, Hammad bin Zaid mengisahkan, suatu saat pernah ditanya, “Ilmu hari ini lebih banyak atau lebih sedikit?” Ia menjawab,  “Hari ini obrolan lebih banyak! Adapun sebelum sebelum hari ini, ilmu lebih banyak.” (Al-Hafidz al-Fasawi, Al-Ma’rifah wa at-Tarikh, II/232).
Jika pada masa tabi’in saja Imam Ayub menilai bahwa obrolan lebih banyak daripada ilmu, bagaimana dengan zaman ini? Jawabannya sudah sama-sama diketahui hanya dengan melihat realitas keseharian saat ini. Hari ini, misalnya, majelis-majelis ilmu selalu lebih sedikit daripada ‘majelis-majelis’ hiburan dan permainan, warung-warung kopi sekaligus tempat-tempat ngerumpi, tempat-tempat nongkrong di pinggir-pinggir jalan atau di mal-mal, dll. Orang-orang yang hadir di majelis-majelis ilmu pun selalu lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang hadir di tempat-tempat keramaian lainnya, seperti di panggung-panggung hiburan yang menampilkan para musisi dan artis idola. Wajarlah jika pada hari ini jumlah umat Islam yang awam atau bodoh terhadap agamanya selalu jauh lebih banyak daripada orang-orang alimnya. Padahal kebanyakan mereka tahu bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim, sama seperti kewajiban individual lainnya seperti shalat, shaum Ramadhan, dll. Nabi Muhammad SAW  bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim.” (HR  Ibnu  Majah dari Anas ra).
Bahkan dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluknya untuk mencari ilmu—bahkan sejak dini—kecuali agama Islam. Karena itulah, dalam lintasan sejarah ribuan orang telah menjadi ulama justru saat anak-anak. Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, misalnya, Ibnu Abbas ra telah hafal Alquran pada usia 10 tahun. Imam Syafi’i telah hafal Alquran pada usia 7 tahun dan telah mampu berfatwa dalam usia 15 tahun. Imam al-Bukhari mulai menghafal hadits ketika duduk di bangku madrasah dan mengarang kitab At-Tarikh pada usia 18  tahun.
Islam pun mengajari kita bagaimana seharusnya kita memilih guru yang baik. Sebab, guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para sahabat dan salafus shalih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka. Imam Mawardi menegaskan urgensi memilih  guru yang baik dengan mengatakan, “Memang wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orang tuanya sendiri…” (Nasihah al-Muluk, h. 172).
Karena itulah Islam pun mengajari kita untuk memuliakan para ulama. Abu Umamah ra menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada tiga orang dimana tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang itu munafik. Mereka adalah orang tua, ulama dan pemimpin yang adil.” (HR ath-Thabrani).
Hal ini wajar karena ulama adalah pewaris para nabi. Tentang keutamaan para ulama, Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat (TQS al-Mujadalah [58]: 11).
Selain itu, Imam al-Ghazali menukil perkataan Yahya bin Mu’adz mengenai keutamaan ulama, “Para ulama  itu lebih sayang kepada umat Muhammad saw. dari pada ayah dan ibu mereka sendiri.” Ditanyakalah kepadanya, “Mengapa bisa demikian?” Ia  menjawab, “Karena para  ayah dan ibu itu hanya menjaga anak-anak mereka dari neraka dunia, sedangkan para ulama itu menjaga mereka dari neraka akhirat.” (Ihya’ ‘Ulum ad-Din, I/11).
Karena itu memuliakan ulama, menghormati dan merendahkan diri kepada  mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, semua itu merupakan adab terhadap  ulama yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak.
Abu Umamah ra juga menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, ‘Anakku, engkau harus duduk dekat pada ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang  mati dengan hujan deras.”  (HR Ath-Thabrani).
Selain merupakan kewajiban, yang pasti menuntut ilmu akan memudahkan jalan bagi pencarinya untuk menuju surga, sebagaimana sabda Nabi SAW. “Siapa saja yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan bagi dirinya menuju surga.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).
Tentu saja, jika ilmu itu benar-benar diamalkan dalam kehidupan. Sebab, sebagaimana kata Imam al-Ghazali pula, “Meski engkau telah mengkaji ilmu seratus tahun dan telah memiliki seribu buku, engkau belumlah siap untuk memperoleh rahmat Allah, kecuali dengan mengamalkannya. Ini sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya tidaklah bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang telah ia usahakan (TQS an-Najm: 49)”. (Ayuhal Walad, hlm. 21).
Wallahu a’lam.

Ramadhan: Memurnikan Penghambaan kepada Allah

Ramadhan: Memurnikan Penghambaan kepada Allah
Bulan Ramadhan beberapa hari lagi akan datang. Ramadhan adalah bulan agung. Allah SWT menegaskan bahwa pada bulan Ramadhanlah al-Quran yang Mulia diturunkan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185). Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadar (QS al-Qadar [97]: 1). Rasulullah saw. Juga bersabda:
« قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مَبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَ تُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَ تُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ»
Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi).
 Di bulan ini pula Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda, puluhan sampai ratusan kali lipat, bahkan hingga jumlah yang Allah kehendaki, untuk setiap amal salih yang dilakukan. Selain itu, amalan Ramadhan juga akan bisa menjadi kafarat (penebus) dosa-dosa, selain dosa besar.
Karena itu, Ramadhan adalah bulan yang agung, penuh kemuliaan dan keberkahan. Kedatangannya tentu harus disambut dengan penuh kegembiraan dan penghormatan yang agung.

Kegembiraan di Tengah Kesempitan Hidup
Sayang, kegembiraan menyambut bulan Ramadhan harus kita jalani di tengah kesempitan hidup yang mendera dan berbagai persoalan terus menghimpit. Kesempitan hidup dan himpitan persoalan terjadi pada hampir semua sisi kehidupan.
Kesempitan hidup dalam aspek ekonomi yang sudah berlangsung lama, baru-baru ini makin meningkat akibat dinaikkannya harga BBM pada 22 Juni lalu. Akibatnya, harga-harga kebutuhan yang sebelumnya sudah membubung pun menjadi bertambah tinggi. Pada beberapa komoditas, yang terjadi bukan sekadar harga naik, namun sudah ganti harga karena kenaikan harga yang tinggi. Ongkos angkutan juga mengalami kenaikan. Akibatnya, hampir semua harga barang dan jasa naik bersama-sama alias inflasi. Kenaikan harga-harga itu makin terasa dengan datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan berbarengan pula dengan tahun ajaran baru.
BPS mencatat inflasi Juni sebesar 1,03 persen. Laju inflasi Juni ini rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Andil utama inflasi ini adalah kenaikan harga BBM bersubsidi (Kompas, 2/7). Jika inflasi Juni sudah sedemikian, padahal dampak kenaikan harga BBM baru berpengaruh pada pekan terakhir Juni, maka inflasi Juli bisa dipastikan akan lebih tinggi lagi. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi akan memuncak pada bulan Juli ini, lantaran dampak pada inflasi Juni ternyata belum penuh. Dan Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop, memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi dapat meningkatkan laju inflasi pada akhir tahun hingga mencapai 9 persen (Kompas.com, 2/7).
Tingginya angka inflasi itu, mencerminkan makin beratnya beban yang harus dipikul warga negeri ini. Dengan naiknya harga-harga, sementara pendapatan mereka tidak naik bahkan sebagian malah turun, daya beli mereka pun turun. Itu artinya, sebagian kebutuhan mereka kualitas pemenuhannya akan turun atau bahkan tidak bisa dipenuhi. Dan itu sama saja, rakyat negeri ini akan makin tak sejahtera. Tidak sedikit dari mereka akan jatuh ke bawah batas kemiskinan, dan yang sudah miskin akan makin jauh dari sejahtera.
Semua itu adalah dampak yang langsung dirasakan oleh rakyat dari kebijakan kenaikan harga BBM. Sementara manfaatnya tidak dirasakan dan dipahami oleh rakyat, manfaatnya entah siapa yang tahu. Barangkali bukan basa-basi jika presiden SBY seperti dikutip okezone.com (29/6) mengatakan: “ … Biar Tuhan yang tahu manfaat kebijakan ini untuk rakyat. Untuk itu saya juga memberikan kompensasi kepada rakyat.” Nyatanya, dana BLSM tak berdaya mengurangi beban rakyat akibat harga bahan pokok yang terus melangit. Bantuan uang tunai itu hanya mampu membuat rakyat bertahan selama beberapa hari (Republika, 2/7). Apalagi, pelaksanaannya juga rawan penyimpangan. Pemerintah sendiri mengakui masih ada deviasi atau penyimpangan dari realisasi program BLSM. Menkoinfo Tifatul Sembiring (Kompas.com, 27/6) mengatakan, “Ada deviasi 6-7 persen. Deviasi dibandingkan BLT dulu di atas 20 persen. Sekarang 6-7 persen wajarlah”. Padahal dengan anggaran 9,3 triliun, potensi penyimpangan yang dianggap wajar itu sekitar Rp651 miliar. Potensi penyimpangan juga ada dalam program Raskin jika mengacu penyaluran Raskin pada Maret 2013. Survey BPS menyimpulkan, penyaluran Raskin kacau. Sebanyak 9,41 juta rumah tangga miskin hanya menerima 30 persen jatah. Sementara 3,14 juta rumah tangga miskin lainnya yang berhak bahkan tidak menerima jatah sama sekali (Kompas, 2/7).
Itu hanya sebagian dari kesempitan hidup yang mendera warga dan sebagian persoalan negeri ini secara ekonomi. Di sisi lain, hampir semua apsek kehidupan di negeri ini tidak lepas dari himpitan berbagai persoalan. Sekadar contoh, dalam masalah kesehatan, rakyat kebanyakan, terutama rakyat miskin, tetap saja banyak yang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Anekdot “rakyat miskin di larang sakit” begitu nyata. Akibat beban hidup yang makin berat, makin bayak orang yang depresi. Tak sedikit pula yang akhirnya memilih bunuh diri. Penduduk negeri ini pun terus menjadi sasaran peredaran narkoba. Diperkirakan, tak kurang dari 4 juta orang menjadi pecandu narkoba. Di sisi lain, meningkatnya angka kriminalitas makin mengancaman. Dan masih seabreg persoalan lainnya menghimpit negeri ini pada semua aspek.
 Kembali kepada Ketakwaan
Semua itu tentu harus segera diperbaiki dan diakhiri. Untuk itu kita mesti merenungkan kenapa dan bagaimana memperbaikinya. Al-Quran sesungguhnya telah memberikan jawabannya. Semua itu tidak lain merupakan kesempitan hidup yang sudah diperingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 124)

Semua kesempitan hidup dan himpitan persoalan multi dimensi itu tak lain akibat berpaling dari peringatan Allah, yakni berpaling dari syariah dan hukum-hukum Allah. Semua itu merupakan kerusakan akibat ulah tangan manusia yakni akibat bermaksiyat melanggar syariah dan hukum-hukum Allah (lihat QS ar-Rum [30]: 41). Allah timpakan semua itu agar manusia kembali kepada kebenaran dan ketakwaan.
Maka untuk memperbaiki semua persoalan dan mengakhiri berbagai kesempitan hidup itu, jalan satu-satunya adalah kembali kepada petunjuk dari Allah SWT, kembali kepada syariah dan hukum-hukum Allah.
Itulah sesungguhnya hikmah dari puasa Ramadhan yang Allah wajibkan kepada kita semua, yaitu agar kita bertakwa. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah [2]: 183)
 Takwa sebagaimana dijelaskan imam an-Nawawi adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan itu tentu bukan ketakwaan pada aspek-aspek tertentu saja, misalnya sebatas aspek ibadah mahdhah, akhlak dan masalah keluarga. Akan tetapi ketakwaan itu mestilah diwujudkan dalam semua aspek kehidupan. Ketakwaan yang harus diwujudkan itu tentu juga bukan sebatas pada tingkat individu, dan keluarga, tetapi juga pada tingkat pengaturan urusan kemasyarakatan dan bernegara.
 Memurnikan Penghambaan
Ketakwaan itu tentu saja mengharuskan penerapan syariah dan hukum-hukum Allah dalam segenap aspek dan secara total pada seluruh tingkatan. Dilaksanakan secara formal melalui kekuasaan negara. Itu artinya, semua perkara di masyarakat harus dihukumi dan diputuskan sesuai syariah dan hukum-hukum Allah. Allah memperingatkan, siapa saja yang tidak memutuskan perkara dengan hukum-hukum Allah maka dia termasuk orang yang zalim, fasik atau kafir (QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).
Untuk itu, sistem demokrasi dengan kedaulatan rakyatnya yang menyerahkan penentuan hukum kepada manusia harus ditinggalkan. Kedaulatan rakyat itu hakikatnya adalah bentuk kesyirikan sistematis seperti yang dilakukan Bani Israel. Allah SWT berfirman:
] اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ …[
Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah … (QS at-Tawbah [9]: 31)

Tatkala Nabi membaca ayat tersebut, Adi Bin Hatim berkata: “ya Rasulullah mereka tidak menyembah para alim dan rahib mereka”. Nabi menjawab:
« بَلَى، إِنَّهُمْ حَرَّمُوْا عَلَيْهِمْ الْحَلاَلَ، وَأَحَلُّوْا لَهُمْ الْحَرَامَ، فَاتَّبِعُوْهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَاهُمْ »
Ya, mereka (orang-orang alim dan para rahib) mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram lalu mereka mengikuti mereka, maka itulah ibadah (penyembahan) mereka kepada orang-orang alim dan para rahib (HR Ahmad dan Tirmidzi)
 Karena itu, ketentuan boleh dan tidak boleh, halal dan haram harus dikembalikan kepada syariah. Dengan begitu kita bisa memurnikan tauhid dan peghambaan semata kepada Allah SWT.
 Wahai Kaum Muslimin
Ramadhan yang akan datang ini hendaknya kita jadikan momentum dan titik tolak untuk merealiasai ketakwaan secara totalitas. Juga momentum untuk memurnikan tauhid dan penghambaan semata kepada Allah SWT. Semua itu hanya bisa kita wujudkan dengan menerapkan syariah dan hukum-hukum Allah secara total dan menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.

Ramadhan: Memurnikan Penghambaan kepada Allah

Ramadhan: Memurnikan Penghambaan kepada Allah
Bulan Ramadhan beberapa hari lagi akan datang. Ramadhan adalah bulan agung. Allah SWT menegaskan bahwa pada bulan Ramadhanlah al-Quran yang Mulia diturunkan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185). Di bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yakni Lailatul Qadar (QS al-Qadar [97]: 1). Rasulullah saw. Juga bersabda:
« قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانَ شَهْرٌ مَبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَ تُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَ تُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ»
Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi).
 Di bulan ini pula Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda, puluhan sampai ratusan kali lipat, bahkan hingga jumlah yang Allah kehendaki, untuk setiap amal salih yang dilakukan. Selain itu, amalan Ramadhan juga akan bisa menjadi kafarat (penebus) dosa-dosa, selain dosa besar.
Karena itu, Ramadhan adalah bulan yang agung, penuh kemuliaan dan keberkahan. Kedatangannya tentu harus disambut dengan penuh kegembiraan dan penghormatan yang agung.

Kegembiraan di Tengah Kesempitan Hidup
Sayang, kegembiraan menyambut bulan Ramadhan harus kita jalani di tengah kesempitan hidup yang mendera dan berbagai persoalan terus menghimpit. Kesempitan hidup dan himpitan persoalan terjadi pada hampir semua sisi kehidupan.
Kesempitan hidup dalam aspek ekonomi yang sudah berlangsung lama, baru-baru ini makin meningkat akibat dinaikkannya harga BBM pada 22 Juni lalu. Akibatnya, harga-harga kebutuhan yang sebelumnya sudah membubung pun menjadi bertambah tinggi. Pada beberapa komoditas, yang terjadi bukan sekadar harga naik, namun sudah ganti harga karena kenaikan harga yang tinggi. Ongkos angkutan juga mengalami kenaikan. Akibatnya, hampir semua harga barang dan jasa naik bersama-sama alias inflasi. Kenaikan harga-harga itu makin terasa dengan datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri dan berbarengan pula dengan tahun ajaran baru.
BPS mencatat inflasi Juni sebesar 1,03 persen. Laju inflasi Juni ini rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Andil utama inflasi ini adalah kenaikan harga BBM bersubsidi (Kompas, 2/7). Jika inflasi Juni sudah sedemikian, padahal dampak kenaikan harga BBM baru berpengaruh pada pekan terakhir Juni, maka inflasi Juli bisa dipastikan akan lebih tinggi lagi. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi akan memuncak pada bulan Juli ini, lantaran dampak pada inflasi Juni ternyata belum penuh. Dan Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop, memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi dapat meningkatkan laju inflasi pada akhir tahun hingga mencapai 9 persen (Kompas.com, 2/7).
Tingginya angka inflasi itu, mencerminkan makin beratnya beban yang harus dipikul warga negeri ini. Dengan naiknya harga-harga, sementara pendapatan mereka tidak naik bahkan sebagian malah turun, daya beli mereka pun turun. Itu artinya, sebagian kebutuhan mereka kualitas pemenuhannya akan turun atau bahkan tidak bisa dipenuhi. Dan itu sama saja, rakyat negeri ini akan makin tak sejahtera. Tidak sedikit dari mereka akan jatuh ke bawah batas kemiskinan, dan yang sudah miskin akan makin jauh dari sejahtera.
Semua itu adalah dampak yang langsung dirasakan oleh rakyat dari kebijakan kenaikan harga BBM. Sementara manfaatnya tidak dirasakan dan dipahami oleh rakyat, manfaatnya entah siapa yang tahu. Barangkali bukan basa-basi jika presiden SBY seperti dikutip okezone.com (29/6) mengatakan: “ … Biar Tuhan yang tahu manfaat kebijakan ini untuk rakyat. Untuk itu saya juga memberikan kompensasi kepada rakyat.” Nyatanya, dana BLSM tak berdaya mengurangi beban rakyat akibat harga bahan pokok yang terus melangit. Bantuan uang tunai itu hanya mampu membuat rakyat bertahan selama beberapa hari (Republika, 2/7). Apalagi, pelaksanaannya juga rawan penyimpangan. Pemerintah sendiri mengakui masih ada deviasi atau penyimpangan dari realisasi program BLSM. Menkoinfo Tifatul Sembiring (Kompas.com, 27/6) mengatakan, “Ada deviasi 6-7 persen. Deviasi dibandingkan BLT dulu di atas 20 persen. Sekarang 6-7 persen wajarlah”. Padahal dengan anggaran 9,3 triliun, potensi penyimpangan yang dianggap wajar itu sekitar Rp651 miliar. Potensi penyimpangan juga ada dalam program Raskin jika mengacu penyaluran Raskin pada Maret 2013. Survey BPS menyimpulkan, penyaluran Raskin kacau. Sebanyak 9,41 juta rumah tangga miskin hanya menerima 30 persen jatah. Sementara 3,14 juta rumah tangga miskin lainnya yang berhak bahkan tidak menerima jatah sama sekali (Kompas, 2/7).
Itu hanya sebagian dari kesempitan hidup yang mendera warga dan sebagian persoalan negeri ini secara ekonomi. Di sisi lain, hampir semua apsek kehidupan di negeri ini tidak lepas dari himpitan berbagai persoalan. Sekadar contoh, dalam masalah kesehatan, rakyat kebanyakan, terutama rakyat miskin, tetap saja banyak yang kesulitan mendapat pelayanan kesehatan yang layak. Anekdot “rakyat miskin di larang sakit” begitu nyata. Akibat beban hidup yang makin berat, makin bayak orang yang depresi. Tak sedikit pula yang akhirnya memilih bunuh diri. Penduduk negeri ini pun terus menjadi sasaran peredaran narkoba. Diperkirakan, tak kurang dari 4 juta orang menjadi pecandu narkoba. Di sisi lain, meningkatnya angka kriminalitas makin mengancaman. Dan masih seabreg persoalan lainnya menghimpit negeri ini pada semua aspek.
 Kembali kepada Ketakwaan
Semua itu tentu harus segera diperbaiki dan diakhiri. Untuk itu kita mesti merenungkan kenapa dan bagaimana memperbaikinya. Al-Quran sesungguhnya telah memberikan jawabannya. Semua itu tidak lain merupakan kesempitan hidup yang sudah diperingatkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 124)

Semua kesempitan hidup dan himpitan persoalan multi dimensi itu tak lain akibat berpaling dari peringatan Allah, yakni berpaling dari syariah dan hukum-hukum Allah. Semua itu merupakan kerusakan akibat ulah tangan manusia yakni akibat bermaksiyat melanggar syariah dan hukum-hukum Allah (lihat QS ar-Rum [30]: 41). Allah timpakan semua itu agar manusia kembali kepada kebenaran dan ketakwaan.
Maka untuk memperbaiki semua persoalan dan mengakhiri berbagai kesempitan hidup itu, jalan satu-satunya adalah kembali kepada petunjuk dari Allah SWT, kembali kepada syariah dan hukum-hukum Allah.
Itulah sesungguhnya hikmah dari puasa Ramadhan yang Allah wajibkan kepada kita semua, yaitu agar kita bertakwa. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah [2]: 183)
 Takwa sebagaimana dijelaskan imam an-Nawawi adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan itu tentu bukan ketakwaan pada aspek-aspek tertentu saja, misalnya sebatas aspek ibadah mahdhah, akhlak dan masalah keluarga. Akan tetapi ketakwaan itu mestilah diwujudkan dalam semua aspek kehidupan. Ketakwaan yang harus diwujudkan itu tentu juga bukan sebatas pada tingkat individu, dan keluarga, tetapi juga pada tingkat pengaturan urusan kemasyarakatan dan bernegara.
 Memurnikan Penghambaan
Ketakwaan itu tentu saja mengharuskan penerapan syariah dan hukum-hukum Allah dalam segenap aspek dan secara total pada seluruh tingkatan. Dilaksanakan secara formal melalui kekuasaan negara. Itu artinya, semua perkara di masyarakat harus dihukumi dan diputuskan sesuai syariah dan hukum-hukum Allah. Allah memperingatkan, siapa saja yang tidak memutuskan perkara dengan hukum-hukum Allah maka dia termasuk orang yang zalim, fasik atau kafir (QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47).
Untuk itu, sistem demokrasi dengan kedaulatan rakyatnya yang menyerahkan penentuan hukum kepada manusia harus ditinggalkan. Kedaulatan rakyat itu hakikatnya adalah bentuk kesyirikan sistematis seperti yang dilakukan Bani Israel. Allah SWT berfirman:
] اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ …[
Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah … (QS at-Tawbah [9]: 31)

Tatkala Nabi membaca ayat tersebut, Adi Bin Hatim berkata: “ya Rasulullah mereka tidak menyembah para alim dan rahib mereka”. Nabi menjawab:
« بَلَى، إِنَّهُمْ حَرَّمُوْا عَلَيْهِمْ الْحَلاَلَ، وَأَحَلُّوْا لَهُمْ الْحَرَامَ، فَاتَّبِعُوْهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَاهُمْ »
Ya, mereka (orang-orang alim dan para rahib) mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram lalu mereka mengikuti mereka, maka itulah ibadah (penyembahan) mereka kepada orang-orang alim dan para rahib (HR Ahmad dan Tirmidzi)
 Karena itu, ketentuan boleh dan tidak boleh, halal dan haram harus dikembalikan kepada syariah. Dengan begitu kita bisa memurnikan tauhid dan peghambaan semata kepada Allah SWT.
 Wahai Kaum Muslimin
Ramadhan yang akan datang ini hendaknya kita jadikan momentum dan titik tolak untuk merealiasai ketakwaan secara totalitas. Juga momentum untuk memurnikan tauhid dan penghambaan semata kepada Allah SWT. Semua itu hanya bisa kita wujudkan dengan menerapkan syariah dan hukum-hukum Allah secara total dan menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.