Mengatasi
Korupsi Dari Sudut Pandang Islam
Oleh : Nur
Muhammad
Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah
(bahasa
Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun
pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak
wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.(Korupsi-Wikipedia)
Korupsi di artikan sebagai
pengelapan atau penyelewengan uang Negara atau perusahaan tempat kerja
seseorang untuk menumpuk keuntungan pribadi atau orang lain.(sudarsono,kamus
hokum,hlm.231). definisi yang lain menyebutkan korupsi adalah penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi,
keluarga, teman, atau kelompoknya. (Erika Revida, Koropsi
diIndonesia:makalah dan solusinya, USU Digital Library, hlm.1)
Dilingkungan eksekutif aja,
hingga tahun 2012, Kementrian Dalam Negeri (kemendagri), mencatat ada 173 kepala daerah (gubernur, bupati atau wali
kota) yang tersangkut kurupsi, kepala daerah tersebut tersangkut dengan
berbagai status yang melekat pada mereka, mulai dari sanksi, tersangka,
terdakwa, hingga pidana.(www.setkab.go.id). Bahkan
kepulauan Sumatra hampir
seluruhnya tersangkut kasus korupsi kecuali propensi Jambi Dan Bangka
Belitung .(republika.co.id 23/04/13)
Faktor Penyebab Korupsi
Apa yang menjadi penyebab
timbulnya korupsi? Sudah banyak pakar yang sudah melakukan analisis
mengenai hal ini. Menurut Erika Evida (2003), berdasarkan analisis para pakar
peneliti korupsi, seperti Singh (1974), Merican (1971), Ainan (1982)
sebab-sebab adanya koropsi ada tiga :
1.
Gaji yang rendah, dan
kurang sempurnanya pelaturan perundang-undang an, administrasi yang lamban, dan
sebagainya.
2.
Budaya warisan colonial
3.
Sikap pegawai yang ingin
cepat kaya dengan cara tidak halal, tak ada kesadaran bernegara, serta tidak
adanya pengetahuan tentang perkerjaanya yang seharusnya dilakukan oleh pejabat
pemerintah. (Erika Revida, Koropsi diIndonesia:makalah dan solusinya, USU
Digital Library, hlm.1)
Factor sebenarnya menurut saya
adalah berpangkal dari ideology yang ada pada saat ini, yaitu demokrasi
kapitalisme. Yang menjadi penyubur korupsi, yang mejadikan barat sebagai
kiblat, seperti kebebasan dan hedonisme. Karena demokrasi kapitalisti telah
mengajarkan empat kebebasan yang sagat
destruktif, yaitu kebebasan beragama ( Hurriyah al Aqidah),
kebebasan kepemilikan (hurriyah al tamalluk), kebebasan berpendapat (hurriyah ra’yi),
kebebasan berprilaku (hurriyah al syahsyiyyah), empat macam inilah yang tumbuh subur dalam
system demokrasi kapitalis , yang telah terbukti melahirkan keburukan. Korupsi
adalah kerusakan yang diakibatkan dari kebebasan kepemilikan (hurriyah al
tamalluk) tersebut. Perlu diingat bukan
hanya terjadi di Indonesia tetapi diseluruh belahan dunia, seperti di amerika,
eropa, cina, india, afrika, dan brazil. Pada hal Negara-negara barat diangab
telah matang dalam menerapkan demokrasi-kapitalis, justru jadi biang prilaku
bobrok. Lihat aja ketika para pengusaha dan penguasa saling berkerja sama dalam
proses pemilu. Pengusaha membutuhkan
kekuasaan untuk kepentingan bisnis, dan penguasa membutukan dana untuk
kepentingan pemilu. Jadi korupsi dilakunkan disamping untuk memperkaya diri,
juga korupsi untuk mencari modal bias masuk jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan
pilkada, sebab semua calek, baik calek daerah, pusat, bahkan sampai
pilprespun membutuhkan dana yang besar.
Jadi kesimpulannya adalah karena
faktor idiologi yaitu tumbuh nilai-nilai kebebasan dan hedonism dalam
masyarakat dan juga diterapkannya system demokrasi yang mendorong korupsi.
Factor lemahnya karakter masyarakat , lingkungan masyarakat seperti budaya
suap, juga factor penegak hokum yang lemah.
Pada hal di Indonesia sudah ada KPK
( berdasarkan UU No 32/2002), yang mempunyai misi pemberantasan korupsi, juaga
ada lembaga pemeriksa dan pengawasan
untuk mencegah korupsi seperti BPK dan bawasda. Bahkan Undang-undang pun
telah dibuat seperti UU No 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak
korupsi, dan UU No 20 tahun 2001
perubahan atas undang-undang No 31 tahun 1999, dan UU No 28 Tahun 1999,
penyelengaraan Negara yang bersih dan bebas KKN. Namun apa hasilnya ? boleh dikata pemberantasan korupsi
di Indonesia masih belum memuaskan, bahkan berkali jadi juara Negara terkorup
di Asia. Fakta ini menunjukkan hambatan utama adalah dari system yang ada saat
ini. Walau keberatan dengan kesimpilan ini, fakta contohnya beberapa kasus
tidak transparan seperti kasus BLBI, Centuri, kasus bupati karang anyar jawa
tenggah Rina Iriyani yang tidak diumumkan ke public oleh kejaksaan tinggi
karang anyar.
Kurupsi Dalam Timbangan Syariat
Islam
Korupsi dalam Islam disebut Khianat,
orangnya disebut khaa’in, termasuk dalamnya adalah pengelapan
uang ynag diamanahkan atau dipercayakan pada seseorang. Tindakaan khaa’in
tergolong pencurian(sariqah) dalam syariat Islam. Sebab mencuri
adalah mengambil harta seorang dengan sembunyi-sembunyi (akhdzul maal
‘ala wajhil ikhtifaa’ wal istitar). Sedang khianat itu bukan mengambil
harta orang lain, tetapi pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu
mengelapkan harta yang diamanahkankepada
seseorang itu. (lihar Abdur Rahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31). Maka sanksinya bukan potong tangan tafi
ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Maka bentuk
sanksinya bisa mulai dari paling ringan, seperti teguran, nasehat dari hakim
sampai mulai yang berat seperti dipenjara, denda(gharamah), diumumkan dipublik
atau media masa (tasyhir), hukuman canbuk hingga sangsi hukuman yang paling
tegas yaitu hukuman Mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringan
ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.
(lihar Abdur Rahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Mencegah Korupsi Menurut Syariah
Isalm
Seharusnya yang berlaku hukum
didunia ini adalah syariat Islam yang satu-satunya system hokum yang semestinya
berlaku di Negara ini. Syariat akan dapat memainkan peranya yang sagat efektif,
untuk memberantas korupsi, baik peran pencegahan (preventif) maupun penindakan
(kuratif). Secara preventif sekurang-kurangnya ada 7(tujuh) langkah kebijakan
yang bisa diambil menurt syariah Islam sebagai berikut:
1.
Rekrutmen aparat Negara
wajib berdasarkan profesionalitas dan integritas, bukan berdasarkan asas
koneksitas dan nepotisme. Dalam Islam yang menjadi aparatur peradilan wajib
memenuhi criteria kifayah (kapabilitas)dan kepribadian Islam( syakhshiyah
Islamiyah) nabi bersabda,”Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulahhari kiamat.” (HR Bukhari). Khalifah Umar bin khatob berkata,”
barang siapa memperkerjakan seseorang hanya karena factor suka atau karena
hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum
mukminin.”
2.
Negara wajib melakukan
pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Seperti yang dilakukan khalifah
umar bin khaththab selalu memberikan arahan kepada abu musa al Asy’ari,”
kekuatan dalm berkerja adalah jika kamu
tidak menundanya, pekerjaanmu akan menumpuk…
3.
Negara wajib member
fasilitas dan gaji yang layak kepada aparatnya. Sabda Nabi,” siapa saja bekerja
untuk kami, tapi tidak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Jika tak
punya istri hendaknya menikah, jika tak punya pembantu atau kendaraan,
hendaklah mengambil pembantu dan kendaraan.” HR Ahmad. Abu Ubaidah pernah
berkata pada umar,’cukupilah pegawaimu,
agar mereka tidak berkhianat.’.
4.
Negara melarang
menerima suap dan hadiah bagi para
aparat Negara. Sabda Nabi,’ barang siapa yang menjadi pegawai kami dan kami
sudah beri gaji, maka apa saja ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.
HR Abu Dawud, nabi berkata,’ hadiyah yang diberikan pada parapenguasa adalah
suht(haram) dan Suap yang diterima Hakim adalah kekupuran.HR Ahmad.
5.
Islam memerintahkan
menghitung kekayaan bagi aparatnya. Khalifah umar pernah menghitung kekayaan
pejabat dari awal hingga akhir menjabat.
6.
Adanya teladan dari
pimpinan. Manusia cenderung mengikuti orang ynag terpandang dalam masyarakat,
termasuk pimpinannya.
7.
Pengawasan terhadap Negara
dan masyarakat. Missal khalifah umar bin
khatab pernah dikritik oleh masyarakta ketika menetapkan maha 400 dirham,
pengkritik itu berkata,’engkau tak berhak menetapkan itu, hai umar.
Jika korupsi telah terjadi, maka
penindakan syariat Islam dengan langkah kuratif dan dan tindakan represif yang tegas, yaitu
memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman koruptor adalah ta’zir,
yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Maka bentuk
sanksinya bisa mulai dari paling ringan, seperti teguran, nasehat dari hakim
sampai mulai yang berat seperti dipenjara, denda(gharamah), diumumkan dipublik
atau media masa (tasyhir), hukuman canbuk hingga sangsi hukuman yang paling
tegas yaitu hukuman Mati. Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringan
ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.
(lihar Abdur Rahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).
Demikianlah sekilas bagaimana cara memberantas
korupsi hingga keakar-akarnya menurut syariat Islam, memang takmudah karena
harus merubah stantar hukumnya dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar