10 Faidah
Tentang Bahasa Arab
Berikut adalah beberapa faidah yang
kami kumpulkan berdasarkan keterbatasan ilmu yang ada pada kami.
Pertama
Kaum muslimin sepakat bahwa
Al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, mu’jizat tersebut berupa keindahan bahasa dan balaghahnya
sampai-sampai Allah ‘Azza wa Jalla menantang siapapun yang bisa
mendatangkan semisal Al-Quran. Allah berfirman,
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُواْ شُهَدَاءكُم مِّن دُونِ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Al-Baqarah: 23)
Bahkan ditantang juga dengan
mendatangkan kalimat saja semisal Al-Quran. Allah berfirman,
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِّثْلِهِ إِن كَانُوا صَادِقِينَ
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar.” [Ath-Thuur: 34]
“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Qur’an itu jika mereka orang-orang yang benar.” [Ath-Thuur: 34]
maka sangatlah merugi
seorang yang mengaku-ngaku muslim tetapi ia tidak bisa menikmati mu’jizat
terbesar umat ini.
kedua
Jika ada seorang profesor Ahli
dibidang kedokteran modern misalnya, ia menjadi rujukan para dokter untuk
berkonsultasi, akan tetapi ia tidak bisa berbahasa Inggris, maka gelar profesor
dan keahliannya diragukan karena sebagian besar sumber ilmu kedokteran modern
adalah negara barat yang berbahasa Inggris, maka bagaimana jika ada ustadz,
Gus, Kiayi Haji, Tuan Guru Haji, Habib yang mereka menjadi rujukan pertanyaan
tentang agama kemudian meraka tidak bisa berbahasa Arab?
Akan tetapi kenyataan di masyarakat
terutama di zaman ini, banyak orang yang belum mempunyai ilmu agama yang
mumpuni, langsung menjadi ustadz dadakan dan menjadi rujukan pertanyaan agama.
Padahal untuk menjadi dai dan rujukan pertanyaan juga harus belajar yang
lama dan bertahun-tahun sebagaimana juga belajar ilmu umum. Ia juga harus mengusai
berbagai ilmu ushul sehingga tidak menyampaikan atau berfatwa tanpa ilmu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain.” (HR. Bukhari no:100)
Ketiga:
Ali bin Abi Thalib radhiallahu
‘anhu adalah yang pertama kali mencetus ilmu Bahasa Arab, beliau
menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhawatuha, idhafah, imalah,
ta’ajjub, istifham dan lain-lain, kemudian memerintahkan kepada Abul Aswad
Ad-Dualiy untuk mengembangkan sambil berkata,
انح هذا النجو
“Unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini),
“Unhu hadzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini),
maka istilah ilmu Nahwu
diambil dari perkataan Ali bin Abi thalib (lihat Qowa’idul asasiyah
lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub
Al-‘Ilmiyah).
Keempat:
Abul Aswad Ad-Du’aliy rahimahullah
dari bani kinanah disebut sebagai bapak bahasa Arab. Ialah
yang mengembangkan bahasa Arab atas perintah Ali bin Abi thalib karena Islam
berkembang berbagai negara dan orang ajam banyak yang salah berbahasa Arab dan
kesulitan memahami Al-Quran, serta masuknya orang ajam ke negeri Islam dan
mencampur bahasa mereka (lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah
hal 5).
Dikisahkan bahwa yang membuat
Abul Aswad Ad-Du’aliy semakin semangat mengembangkan bahasa Arab adalah
suatu malam ia berjalan dengan putrinya, kemudian putrinya berkata,
ما أجمل السماء
“Maa ajmalus sama’i” (artinya: Apa yang paling Indah di langit?),
kemudian Abul Aswad Ad-Du’aliy
berkata,
نجومها
“nujumuha” (artinya: bintang-bintangnya).
kemudian putrinya berkata, “saya
bermaksud ta’ajjub/kagum”.
Maka Abul Aswad Ad-Du’aliy
berkata membenarkan, katakanlah,
ما أجمل السماء
“Maa Ajmalas sama’a” (artinya: betapa indahnya langit).
NB: Tulisan font Arabnya sama,
tetapi cara bacanya berbeda, karena berbeda arti
Anak seorang pakar bahasa Arab saja
seperti ini, apalagi masyarakatnya, kemudian perhatikan juga hanya berbeda
harakat sedikit saja sudah membedakan artinya sangat jauh, masihkah kita tidak
mau belajar bahasa Arab untuk lebih memahami agama kita?
kelima
Sebagaimana fiqh, bahasa Arab juga
ada dua mazhab yaitu mazhab Kufiyah dan Bashriyah, karena bahasa Arab
berkembang di dua kota besar Kufah dan Bashrah. (lihat Qowa’idul asasiyah
lillughotil arobiyah hal 6)
Ulama dari Basrah yang terkenal
adalah Sibawaih dengan nama lengkapnya ‘Amr ibn Utsman Ibn Qunbar dan Abdullah
bin Abu Ishak. Sedangkan ulama dari kufah adalah Al-Kisa’i dengan nama lengkapnya
Abu Hasan Ali ibn Hamzah dan Al-Fara’
Nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya ibn Ziyad ibn Abdullah ibn Marwan ad-Dailumiy.
Nama lengkapnya Abu Zakariya Yahya ibn Ziyad ibn Abdullah ibn Marwan ad-Dailumiy.
Keenam:
Sering kita mendengar bahwa bahasa
penduduk surga adalah bahasa Arab akan tetapi hadistnya lemah sehingga tidak
bisa dijadikan sandaran, tidak ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu
’alaihi wa sallam tentang masalah ini. Menngenai hadits,
أَحِبُّوا الْعَرَبَ لِثَلَاثٍ: لِأَنِّي عَرَبِيٌّ
وَالْقُرْآنَ عَرَبِيٌّ وَكَلَامَ أَهْلِ الْجَنَّةِ عَرَبِيٌّ
“Cintailah orang Arab karena tiga hal; Karena aku adalah orang Arab, Al-Qur’an itu berbahasa Arab dan ucapan penduduk sorga adalah Bahasa Arab”. (HR. Hakim, Thabarani dan Baihaqi)
“Cintailah orang Arab karena tiga hal; Karena aku adalah orang Arab, Al-Qur’an itu berbahasa Arab dan ucapan penduduk sorga adalah Bahasa Arab”. (HR. Hakim, Thabarani dan Baihaqi)
Imam Dzahabi rahimaullahu
mengatakan dalam ringkasan kitab al-Mustadrak : Saya kira hadits ini lemah”.
Ibnu Al-Jauzi rahimaullahu menyebutkan hadits ini dalam kitab Al-Maudhu’at
(kumpulan hadits-hadits palsu)
Meskipun demikian banyak atsar para
salaf yang menguatkan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab. Jika
tidak bisa kita katakan bahwa “bahasa Arab adalah bahasa ahli surga” tetapi
bisa kita katakan “bahasa Arab adalah bahasa pendamba ahli surga”.
Ketujuh:
“Afwan jiddan akhi”.
kata ini sering diucapkan oleh orang
awam bahkan aktivis dakwah, padahal bentuk ini salah secara kaidah,
karena “afwan” dan “jiddan” keduanya adalah maf’ul mutlaq
yang bertujuan untuk menta’kid (menegaskan), “afwan” tidak perlu
ditambahkan “jiddan” lagi untuk menta’kid serta tidak boleh menyusun dua
maf’ul mutlaq berturut-turut. (lihat pelajaran maf’ul mutlaq, Mulahkhas
Qowa’idil Lughatil Arabiyah hal 69, fu’ad Ni’mah, Darul Tsaqafah Islamiyah)
kedelapan:
Nama Nabi yang disebutkan dalam
Al-Qur’an dan Sunnah hanya empat orang saja yang memakai nama Arab asli yaitu
Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, Syu’aib, Shalih dan Hud ‘Alaihimussalam.
Hal ini dapat diketahui dengan kaidah bahasa Arab bahwa nama asing termasuk
golongan “mamnu’ minas sarf” yang tidak boleh di tanwin, sehingga anggapan
sebagian orang bahwa sebagian besar nabi dari bangsa Arab asli kurang tepat,
yang benar beberapa daerah timur tengah dulunya tidak diduduki oleh orang Arab
seperti Mesir dan Syam.
Kesembilan:
Bangsa Arab punya kebiasaan menitipkan
anak mereka kepada suku-suku pedalaman untuk disusui, termasuk Rasul kita
Shallallahu ’alaihi wa sallam, tentu kita bertanya-tanya untuk apa hal ini
dilakukan? Tidak khawatir anak kita didik oleh orang kampung yang tidak
dikenal? Ternyata salah satu hikmahnya adalah agar anak-anak meraka fasih
berbahasa Arab yang masih murni, karena bahasa di kota sudah bercampur
baur.
Begitu juga kita tidak akan
mendapatkan bahasa jawa kromo/halus di kota-kota tetapi ada di desa-desa
terpencil. Karena bagi orang Arab kesalahan berbahasa sangat fatal dan bangsa
Arab sangat memuliakan syair dan keindahan bahasa.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan
berkata,
اللحن في الكلام أقبح من الجذري في الوجه
“Lahn (kesalahan) dalam berbicara lebih jelek dari cacar di wajah.”
Dari sulaiman bin Ali bin Abdullah
bin Abbas dari Al-Abbas berkata, saya bertanya kepada Rشsululloh apakah keindahan pada seseorang?”, beliau menjawab,
“kefasihan lisannya”. Dan dikisahkan bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa
sallam paling fasih mengucapkan huruf “dhad” yang paling
sulit pelafazannya. (lihat Qowa’idul asasiyah lillughotil arobiyah hal
4,)
Kesepuluh:
Bahasa Arab adalah bahasa yang
paling sesuai dengan logika manusia,
misalnya kalimat, “ana masrurun
bimuqobalatik” (saya disenangkan [senang] karena bertemu denganmu),
Maka bahasa Arab menggunakan “masrurun”,
dalam bentuk maf’ul (objek penderita), bukan “saarrun” (fa’il/pelaku).
karena ada sesuatu yang membuatnya senang yaitu bertemu, tidak mungkin dia
senang sendiri jika tidak ada yang menbuatnya senang.
Bandingkan dengan bahasa indonesia,
“saya merasa senang” dan bandingkan pula dengan kalimat “ana qoodimun”
(saya datang) menggunakan bentuk fa’il (pelaku) karena memang ia
melakukannya. (Faidah ini saya dapat dari guru kami Aris Munandar, SS. MA.
Hafidzahullahu)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa
shohbihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar