MEMBANGUN MASYARAKAT ISLAM
Oleh : Nur Muhammad al fakir
Membangun masyarakat yang Islami pada
hakekatnya harus dimulai dari proses pendidikan yang panjang dari keluarga
menuju pendidikan masyarakat sepanjang hayat. Khususnya yang berkenaan dengan
praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di
masyarakat, utamanya tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta yang
terpenting tatanan sistem yang berjalan. Masyarakat adalah elemen terpenting
untuk menyangga tegaknya sistem selain ketaqwaan yang tertanam dan terbina pada
setiap individu serta keberadaan kepala Negara sebagai pelaksana syari’at
Islam. Masyarakat dalam Islam memiliki karakteristik sendiri dalam membentuk
perasaan taqwa dalam diri setiap individunya. Adanya masyarakat Islam terbentuk
dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan pelaturan
yang mengikat mereka. Masyarakat Islam seharusnya memiliki kepekaan, amar ma’ruf
nahi mungkar menjadi bagian paling esencial yang sekaligus membedakan
masyarakat Islam dengan jenis masyarakat yang lain. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا
ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Qs Al Maidah (5) ayat 8
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Qs Ali Imran
(5) Ayat 104
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. Qs Ali Imran (5) Ayat 110
Jadi ketaqwaan anggota masyarakat
akan dipengaruhi interaksinya dengan masyarakat. Dalam masyarakat Islam,
seseorang yang akan berbuat maksiat tidak berani melakukannya secara
terang-terangan, atau bahkan tidak berani melakukannya. Jikalau ada yang tergoda untuk melakukan maksiat itu,
pasti akan melakukanya dengan sembunyi-sembunyi. Tapi, kondisi yang Islami akan
membuatnya cepat menyadari kesalahanya dan mendorongnya segera tobat. Seperti sejarah,
kisah mu’iz Al Aslami dan Al ghomidiyah Raliyallahu ‘anhuma, setelah menyadari
kekhilafanya, langsung menghadap Nabi SAW, untuk minta dihukum sesaat setelah
berzina, mengambarkan betapa tinggi ketaqwaan para sahabat, mencerminkan
keberhasilan pembinaan individu dalam masyarakat Islam.
Kesimpulanya masyarakat Islam
berfungsi untuk mendidik seluruh anggota masyarakat melalui interaksi keseharian yang selalu
bernuangsa amar ma’ruf nahi mungkar. Jadi setiap masyarakat akan selalu
mendapatkan msukan yang positif dari hasil interaksi itu. disamping menciptakan
manusia dengan kesempurnaannya, juga menciptakan kelemahannya الانسان ضعيفا. Dengan kelemahan
kelemahan yang dimiliki manusia itu, tentu sangat berpotensi melakukan
kesalahan kesalahan. Orang yang baik kata Rasul, bukan orang yang tidak pernah
berbuat kesalahan, tapi orang yang baik itu adalah orang yang menyadari
kesalahannya, lalu menyesali, lantas memohon ampun dan bertaubat kepada Allah
seraya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Karena kecenderungan manusia itu
ingin selalu berbuat yang enak-enak, yang bebas-bebas jika tidak ada aturan. Karena
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa (الانسان محل الخطاء) Maka pantas predikat itu selalu melekat
pada diri manusia. Disamping itu memang manusia diberikan pilihan, untuk hidup
dijalan taqwa atau fujur. Allah berfirman dalam QS Al Balad (90) ayat 10,
وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْنِ , yang artinya Dan Kami telah menunjukkan kepadanya
dua jalan. Juga manusia diberi hajatul ‘’udhowiyah (kebutuhan Hidup) dan
ghorizah (naruri). Yang menuntut selalu harus dipenuhi, jika tidak bisa mengakibatkan
kematian dan gelisah yang berkepanjangan. Beruntunglah bagi individu
masyarakat yang selalu menjaga kesucian dirinya dengan senantiasa memperbaharui
keimanannya dengan beristighfar dan bertaubat dari dosa dan kesalahannya.
والله اعلم
بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar